Dua tahun yang lalu saya mendapatkan kesempatan melakukan perjalanan ke Sulawesi Tengah, tepatnya ke Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) untuk kepentingan pekerjaan -survei air bersih-, namun tentu saja kesempatan seperti itu tidak dapat dilewatkan untuk sekaligus menikmati keindahan alam kita.
Untuk mencapai Bangkep perlu menggunakan berbagai jenis transportasi. Rute perjalanan saya diawali dengan terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Makasar, dari Makasar dilanjutkan dengan penerbangan ke Kota Luwuk pada sore hari. Tapi, perjalanan tidak selancar yang saya bayangkan.
Keberangkatan ke Kota Luwuk ternyata tertunda karena pesawat mengalami gangguan teknis.. Pesawat dari Makasar ke Kota Luwuk ini merupakan pesawat kecil.Setelah menginap satu malam di Makasar, akhirnya saya terbang juga menuju Kota Luwuk dan mendarat di Bandara Bubung sekitar pukul 5 sore. Setelah kami singgah sebentar di rumah teman untuk sekedar istirahat, kami berjalan di pinggir pantai menikmati keindahan pantai senja hari dan segarnya udara Kota Luwuk. Kota Luwuk merupakan Ibukota Kabupaten Banggai yang merupakan pintu masuk bagi wisatawan yang ingin mengunjungi sejumlah tempat tujuan wisata di bagian timur Sulawesi.
Dari Kota Luwuk, untuk mencapai Kabupaten Banggai Kepulauan, transportasi yang ada hanya kapal kayu yang beroperasi tiap hari. Saat membayangkan “kapal kayu” , saat itu yang saya bayangkan adalah kapal laut besar dan saya bisa menikmati pemandangan laut di malam hari wuah…pasti menyenangkan.
Saya ingat ketika teman saya bilang bahwa kawannya yang sudah dihubungi sejak kami di Makasar untuk memesankan kamar di kapal kayu tersebut ternyata tidak mendapatkan tiket kamar, tapi hanya mendapatkan tiket ‘kamar barak’, teman saya bertanya, “Gimana apa mau dilanjutkan perjalanan malam ini atau mau besok malamnya?”…saat itu saya jawab , “malam ini saja” karena saya sudah merasa lelah dan ingin segera sampai di tempat tujuan.
Tepat pukul 7 malam waktu setempat kamipun pergi menuju pelabuhan Tanjung, dengan diantar oleh teman kami. Sesampai di Pelabuhan Tanjung teman saya langsung menaiki Kapal Kayu ‘KM Salvador’ (ini nama kapal kayu yang akan membawa kami ke Kabupaten Banggai Kepulauan) dan mencari nomor tempat tidur yang sudah dipesan dan …ya Allah, ternyata keadaannya tidak seperti yang saya bayangkan, ini benar-benar kapal kayu dan ‘kamar barak’ terletak di ruang paling bawah kapal. ‘Kamar barak’ adalah ruang berukuran 1.5 x 0,8 m tepatnya hanya seluas selembar matras untuk tidur, tapi untuk tidur di situ kita harus jongkok dulu karena ‘kamar barak’ ini dibuat dua tingkat dengan tinggi antara ‘barak’ (tempat tidur) atas dan bawah sekitar 50 cm….ehm….aku menarik nafas pelan sambil menyimpan barang-barang kami dan ’samar-samar’ menyeruak aroma amis dari ruang sebelah ‘kamar barak’ ini karena kapal kayu ini juga mengangkut barang-barang keperluan sehari-hari seperti ikan, telor, ayam, beras, sayur dan lain-lain,
Teman saya langsung bertanya lagi, “Gimana? Bisa tidak melakukan perjalanan kurang lebih 8 jam dengan keadaan seperti ini?’,. He he .. jujur saja, membayangkan perjalanan 8 jam di ‘kamar barak’ bersatu dengan barang-barang dan penumpang lain ..rasanya berat juga..karena saya berharap dapat beristirahat sepanjang perjalanan.
Untungnya, tiba-tiba ada seorang perempuan yang mencari teman sekamar di atas, tanpa buang waktu kami langsung naik ke lantai dua kapal kayu tersebut dan mencarinya. Alhamdullilah… akhirnya saya dapat kamar juga, walaupun harus berpisah dengan teman-teman saya yang lain….. kamar itu hanya berisi dua tempat tidur kecil.
Selama perjalanan tersebut ternyata mendebarkan, saya tidak bisa tidur karena merasa takut. Setiap perubahan arah kapal sangat terasa. Begitu pula ketika menurunkan muatan di setiap pelabuhan. Entah berapa kali kapal itu berhenti untuk menaikan dan menurunkan penumpang.
Ketika pagi hari, sinar matahari masuk ke dalam celah jendela kamar, saya langsung menuju keluar dan berdiri takjub di depan pintu ketika melihat pemandangan laut dan pantai Pulau Bolonan dan Salakan yang terlihat di kejauhan ….indah sekali. Hilang sudah ketakutan yang selama 8 jam menemani saya. Sayangnya kami tidak menuju ke dua pulau tersebut. Tak berapa lama, kapal yang kami tumpangi merapat di Pelabuhan Pulau Banggai. Akhirnya … sampai juga kami di Kabupaten Banggai Kepulauan. Di Pulau Banggai ini terdapat Kota Banggai yang merupakan ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan.
Kami dijemput oleh teman saya yang telah duluan berada di Kabupaten Banggai Kepulauan, karena untuk menuju ke tempat dimana kami akan tinggal lumayan agak jauh dari pelabuhan. Kami menggunakan motor kurang lebih seperempat jam dengan melalui hutan dan beberapa rumah tapi prasarana jalan cukup baik bahkan ketika kami datang ke sana beberapa ruas jalan sedang diperbaiki.
Setiba di rumah tempat kami menginap, saya langsung mandi karena badan rasanya sudah terasa lengket….uh…seger dech mandi di Banggai ini karena airnya bersumber dari mata air…yang banyak terdapat di Banggai Kepulauan. Selesai mandi kamipun menyiapkan peralatan untuk besok melakukan survei.
Menjelang sore hari, atas saran teman yang asli orang Luwuk dan telah beberapa tahun menetap di Kabupaten Banggai Kepulauan menyuruh kami untuk pergi ke pantai, namanya pantai Pasir Putih yang berada di Desa Lambako Kecamatan Banggai. Kamipun pergi dan ternyata betul apa kata teman saya, tempat Wisata Pasir Putih ini indah sekali……….sepanjang mata memandang air laut berwarna hijau kebiruan membuat saya terpesona, belum lagi tempatnya yang bersih dan keadaan pantai yang landai.
Untuk menuju Pantai Pasir Putih ini, selain menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan bisa juga menggunakan transportasi umum “oto/taxi” dari terminal pasar baru Banggai jurusan Desa Lambako dan dapat ditempuh sekitar 45 menit, tapi jangan berharap kalau menggunakan oto ini bisa cepat sampai tujuan karena kendaraan umum ini menunggu sampai penumpangnya penuh baru berangkat.
Setelah puas menikmati Pantai Pasir Putih ini dan hari sudah menjelang malam kamipun pulang dengan melewati jalan yang berkelok dan sesekali menanjak ataupun menurun karena Kepulauan Banggai ini merupakan wilayah perbukitan, tapi sayang pantai Pasir Putih ini tidak saya abadikan karena kami tidak membawa kamera.
Menikmati tempat wisata di Kabupaten Banggai Kepulauan ini tidak hanya Pantai Pasir Putih yang berada di Desa Lambako saja, selama perjalanan survei saya mendapatkan tempat-tempat yang sangat indah………..seperti ketika kami sampai di Desa Kalapa Lima di Kecamatan Banggai Selatan. Penduduk di sini sebagian bermata pencaharian sebagai petani rumput laut dan dari Kepala Desa kami tahu bahwa desa mereka mempunyai tempat wisata pasir putih. Lha, kok namanya pasir putih juga ya?…. Saya penasaran ingin ke melihat Pantai Pasir Putih yang disebut Kepala Desa itu dan, baiknya temanku, dia mau mengantar saya kesana, karena memang letaknya juga tidak begitu jauh dari rumah penduduk. Ternyata memang pasir putih yang berada di Desa Kelapa Lima ini pantainya benar-benar berpasir putih.
Pantai Pasir Putih Ds. Kelapa Lima, Banggai.
Menurut Kepala Desa, pantai putih di Desa Kalapa Lima ini biasanya ramai dikunjungi ketika hari besar perayaan kepercayaan yang mereka anut. Kalau hari-hari biasa pantai ini sepi. Waktu kami ke Pantai Pasir Putih di Desa Kalapa Lima ini memang sangat sepi….jadi pantai terasa milik sendiri! Sekali - kali ombak menyapu kaki kami yang berjalan di pantai walaupun udara pada saat itu cukup panas, tapi saya senang karena bisa menikmati keindahan alam di bagian sisi bumi pertiwi ini. Pantai Pasir Putih ini bersih dan masih alami pula……
Ketika sampai di rumah tempat kami menginap, saya masih penasaran dengan nama pantai yang sama dengan yang berada di Desa Lambako, oh…..ternyata setelah saya lihat di Peta, Desa Lambako dan Desa Kelapa Lima ternyata bersebelahan. Artinya, pantai ini memang kelanjutan pantai yang sama di Desa Lambako. Jadi, mudah-mudahan foto Pantai Pasir Putih Desa Kelapa Lima di atas bisa sedikit menggambarkan Pantai Pasir Desa Lamboko yang tidak sempat saya abadikan.
Pantai Pasir Putih dilihat dari atas Bukit di Ds. Kelapa Lima, Banggai.
Pantai Pasir Putih yang berada di Desa Lambako memang dibuka untuk umum dan merupakan tempat wisata, kalau hari libur banyak pengunjung yang datang kesana, berbeda dengan Pantai Pasir Putih yang berada di Desa Kalapa Lima pengunjung / wisatawan dari luar desa jarang sekali yang datang.
Selain keindahan alam di Kabupaten Banggai Kepulauan yang menarik bagi saya adalah keseniannya dan makanan khas penduduk Kepuluan Banggai. Di suatu sore, sepulang survei di depan penginapan sudah tertata rapi meja dan kursi….rupanya penduduk mengadakan acara perpisahan dengan mahasiswa yang telah selesai melakukan Kuliah Kerja Nyata. Setelah kata sambutan dan pemberian kenang-kenangan tibalah saatnya mereka menari ‘Modero’-tarian khas di Banggai Kepulauan. Di setiap acara, baik perpisahan maupun acara pernikahan, tarian ini selalu menjadi hiburan untuk tamu yang hadir dan tarian ini dilakukan hampir semalam suntuk dengan diiringi musik yang sangat keras. Tarian ‘Modero’ ini dimainkan oleh beberapa orang dan ketika musik dimainkan tamu yang akan ikut menari langsung bergandengan tangan dan membuat lingkaran besar sambil berkeliling lalu membuat lingkaran yang mengecil dan hanya kaki mereka saja yang menari. Rasanya ingin juga saya ikut menari bersama mereka, sayangnya ketika mengajak teman saya dia malu katanya. Tapi syukurlah, teman saya yang asli penduduk Banggai dengan baik hati mau mengajarkan saya menari ‘Modero’, walaupun kami hanya mengikutinya dari jauh. Ketika saya memperhatikan orang-orang menari, kelihatannya mudah, tapi ternyata setelah mencoba sendiri, susah juga.
Selama di sana saya juga mendapatkan pengalaman yang tak bisa dilupakan seperti ketika kami sedang beristirahat, penduduk menawarkan untuk singgah di rumahnya dan menyajikan makanan khas Banggai yaitu Ubi Banggai “Batata”. Batata ini sejenis ubi jalar berwarna putih, tapi bentuknya seperti singkong kalau di Pulau Jawa Cara memakanya pun unik karena harus dimakan dengan sambal…ehm… nikmatnya ‘Batata” ini, atau mungkin karena perut yang sedang kosong. Rasanya tidak juga, karena memang enak apalagi jika dimakan dalam keadaan hangat…kapan lagi ya saya bisa menikmati Batata ini.
Selain keindahan alam, kesenian dan makanan di Kabupaten Banggai Kepulauan juga terdapat peninggalan sejarah, Tepatnya di Alun-alun Kota Banggai terdapat Kamali Boneaka yang artinya “rumah keramat”. Ini adalah Rumah Panggung dari kayu peninggalan Kerajaan Babolau yang masih terawat padahal sudah berdiri ratusan tahun.
Sedangkan hasil alam yang terdapat di Kabupaten Banggai Kepulauan yaitu Kacang mete, Mutiara dan ikan asin, tapi sayang untuk Kacang mete kami hanya bisa membelinya di luar Kabupaten Banggai karena petani Kacang mete belum bisa mengolahnya.
Akhirnya selesai juga pekerjaan di Kabupaten Banggai Kepulauan. Dengan menggunakan kapal PELNI “KM Sinambung”, kami meninggalkan Pelabuhan Banggai menuju Menado. Perjalanan dengan kapal laut ini kurang lebih 12 jam….oh iya, “KM Sinambung” ini hanya satu minggu sekali merapat di Pelabuhan Banggai. Dari Menado, perjalanan dilanjutkan dengan penerbangan ke Jakarta. Alhamdulillah, ….perjalanan pulang diberi kelancaran.
Bagi yang suka berpetualang, Kabupaten Banggai Kepulauan ini sangat cocok karena setiap kecamatan dipisahkan oleh laut dan di setiap kecamatan terdapat tempat wisata dan, pada umumnya, masih alami.(Isna)
Sumber :
http://ayotamasya.com/?p=255
Tidak ada komentar:
Posting Komentar